Selasa, 28 Februari 2012

Hanya Memberi, Tak Harap Kembali

Di suatukerajaan, tinggallah seorang ibu tua bersama seorang anak tunggalnya. Suaminya telah lama meninggal dunia karena sakit. Sang ibu sering sekali merasa sedih memikirkan anaknya , karena anak itu mempunyai tabiat yang sangat buruk, yaitusuka mencuri, berjudi,menghamburkan uang dan banyak lagi kebiasaan buruk lainnya. Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang. Namun ibu itupun selalu berdoa kepada Tuhan," Tuhan, tolonglah sadarkan anakku yangkusayangi, supaya dia tak berbuat dosa lebih banyak lagi. Aku sudah tua dan akuingin melihatnya bertobat sebelum aku mati." Dengan berlinang air mata.

Tapi bukannya bertobat, anak itu malah makin lama kian larut dengan perbuatan jahatnya. Begitu sering ia keluar masukpenjara karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari, ia kembali mencuri dirumah seorang penduduk desa. Tapi kali ini ia tertangkap basah oleh seseorang yang kebetulan lewat. Maka dibawalah si anak ke hadapan raja untuk diadili sesuai kebiasaan di kerajaan tersebut. Oleh raja, anak itu dijatuhi hukuman pancung. Demikianlah hukuman tersebut disebarkan ke seluruh penjuru kerajaan.

Hukuman itu akan dilakukan keesokan harinya di depan rakyat kerajaan itu tepat pada saat lonceng gereja berdentang menandakan pukul enam pagi. Berita hukuman itu pun terdengar oleh ibunya. Dia menangis meratapi anak yang sangat dikasihinya itu. Sembari berlutut dia berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, ampunilah anak Hamba. Biarlah hamba-Mu yang sudah tua renta ini yang menanggung dosa dan kesalahannya."


Dengan tertatih-tatih dia menghadap raja untuk memohon agar anaknya dibebaskan, tapi keputusan raja sudah tak dapat diubah lagi, si anak harus menjalani hukuman yang sudah ditetapkan itu. Dengan hati hancur ibu itu kembali ke rumahnya. Dia terus berdoa agar anaknya diampuni. Berdoa terus sampai malam. Karena kelelahan dia tertidur dan mimpi bertemu Tuhan.

Keesokan harinya, di tempat yangsudah ditentukan, banyak orang sudah berkumpul untuk menyaksikan penghukumanitu. Sang algojo pun sudah siap dengan pedangnya. Sedangkan anak itu sudah pasrah menanti maut datang menjemputnya. Terbayang olehnya wajah Sang ibu yang sudah tua, tanpa terasa dia menangis menyesali segala perbuatannya.

Detik-detik yang dinantikan akhirnya pun tiba. Tapi sampai waktu yang telah ditentukan, lonceng gereja belum juga berdentang. Suasana mulai berisik. Sudah lima menit lewat dari waktunya. Akhirnya seseorang mendatangi petugas yang bertugas membunyikan lonceng di gereja. Dia juga mengaku heran, karena meski sudah dari tadi menarik lonceng, tapi tak ada bunyi dentangnya.

Ketika mereka sedang terheran-heran, tiba-tiba dari tali yang dipegangnya mengalir darah segar.Darah tersebut datangnya dari atas, dari tempat di mana lonceng tersebut diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menanti saat beberapa orang naik ke atas untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata di dalam lonceng besar itu ditemukan tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng sehingga lonceng tidak bisa berbunyi, sebagai gantinya kepalanya yang membentur dinding lonceng. Begitu dia menyayangi anaknya sampai rela menyerahkan nyawanya hanya untuk menyelamatkan anaknya.Semua orang yang menyaksikan peristiwa itu tertunduk meneteskan air mata.Sementara si anak itu menangis meraung-raung sambil memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Dia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya.

Ternyata malam sebelumnya setelah dia tertidur dan bermimpi bertemu Tuhan. Si ibu yang sudah tua itu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikatkan dirinya di lonceng tersebut sambil memeluk bandul besi di dalam lonceng, untuk menghindarkan hukuman pancung untuk anaknya. Sambil terus mendaraskan doa kepada Tuhan.  

Kasih sayangnya tak pernah hilang meski hidupnya tidak pernah di bahagiakan anaknya, kasih sayang orang lain bisa hilang dan pergi kapan saja. Tetapi kasih ibu sepanjang masa. Ia tak berharap apapun atas kasih sayang yang diberikan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar